Oleh: Ace Somantri*
SIAPA umat Islam yang tidak ingin bermanasik haji. Tidak mungkin umat muslim menolak untuk ibadah haji ke tanah suci.
Dipastikan semua umat muslim di belahan dunia mengindam-idamkan untuk mampu menunaikan ibadah haji ke Baitullah Makkah Al-Mukaramah.
Namun, niat hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai, karena untuk beribadah haji harus memiliki kemampuan material yang tidak sedikit.
Akhirnya, ada jalan menuju roma melalui sistem perbankan yang dijadikan juga sebuah bisnis keuangan yang menggiurkan.
Skema cicilan haji yang disediakan perbankan telah membuka peluang semua umat muslim yang pas-pasan untuk waiting list dalam antrian ibadah haji secara bertahap.
Akibat dari skema lembaga keuangan tersebut berdampak pada antrian panjang untuk menunaikan ibadah haji. Ada baiknya dan ada buruknya.
Ruang tersebut telah membuka para mafia dari berbagai aspek bermunculan tak terhindarkan. Baik itu mafia keuangan berkedok pinjaman atau hal lainnya yang lebih tersembunyi seolah-olah hal tersebut bagian salah satu memanfaatkan dan mendayagunakan keuangan tersebut.
Hanya saja, sejak panjangnya antrian daftar haji telah menumpuknya uang endapan tanpa disadari oleh sebagian para pihak.
Semua uang tersebut bersumber dari para calon jamaah haji yang jumlahnya hingga mencapai triliunan rupiah.
Dari kesempatan dan peluang tersebut lahirlah dana abadi umat. Di situ ada peluang para koruptor mulai mengincarnya dengan berbagai dalil sehingga banyak dana tersebut bocor.
Banyak masalah yang muncul bermula dari dana abadi umat. Hal itu kemudian yang membuat pemerintah membentuk BPKH sebagai badan yang profesional untuk mendayagunakan dana umat tersebut.
Namun, sekalipun banyak solusi untuk masalah dana umat, itu tidak berpengaruh terhadap penyelenggaraan ibadah haji Indonesia yang setiap tahun mentradisi perilaku koruptif.
Jauh dari perkiraan dan mustahil hal itu terjadi manakala profesionalitas ditegakkan dengan baik dan benar.
Terlebih melihat berita dan informasi setiap tahun saat penyelenggaraan haji, permasalahan klasik selalu muncul berulang-ulang tanpa ada perbaikan.
Hal demikian akibat dari suburnya praktik “kartel haji” yang sudah menjadi rahasia umum. Para pihak hampir dipastikan menutup mata dan telinga sehingga hal itu lumrah terjadi. Boleh dikatakan peristiwa yang muncul sudah dianggap bukan masalah serius.
Kartel haji sungguh memalukan dan memilukan umat muslim. Padahal, penyelenggaraan haji bagian dari instrumen yang memfasilitasi praktik ritual ta’abudi yang sangat sakral penuh khidmat. Namun, realitanya tidak mencerminkan sebenarnya.
Kemasan penyelenggaraan haji terlihat sangat religius. Visualisasinya menampakkan berbagai ragam informasi terlihat sangat islami.
Namun, berdasarkan hasil pengawasan pada musim haji lalu dan analisis data antrean calon jemaah, ditemukan indikasi adanya skandal haji yang merugikan berbagai pihak.
Sangat disayangkan. Ternyata masih ada oknum yang memanfaatkan momentum ibadah suci ini demi mengejar keuntungan materi semata.”
Wakil Badan Haji Dahnil Anzar Simanjuntak dalam pidatonya yang disiarkan melalui media sosial, menegaskan bahwa terdapat indikasi kuat adanya aktivitas kartel haji dalam penyelenggaraan ibadah tersebut, yang telah merugikan semua pihak.
Dengan demikian, upaya mewujudkan trisukses haji akan menghadapi hambatan serius jika tidak segera diatasi.
Terlebih lagi, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan BP Haji Indonesia untuk segera membersihkan praktik kartel haji yang telah berlangsung sejak lama.
Bahkan menurut Wakil Badan Haji, presiden menyampaikan peringatan keras bahwa apabila praktik tersebut tidak segera dibersihkan dan diselesaikan, maka pimpinan Badan Haji—yakni Kepala dan Wakil Kepala BP Haji—diminta untuk mundur dari jabatannya.
Sikap Presiden Prabowo patut diapresiasi. Dengan tegas dan jelas, dia menunjukkan komitmen kuat untuk membenahi penyelenggaraan haji di Indonesia secara serius.
BP Haji yang kini dipimpin oleh dua kader terbaiknya, Gus Irfan dan Bung Dahnil—keduanya mantan juru bicara Prabowo Subianto—akan berupaya keras menjalankan mandat Presiden dalam memperbaiki tata kelola haji nasional.
Jika benar praktik kartel haji telah berlangsung lama, maka hal ini sangat memprihatinkan dan mencederai umat muslim yang sudah menabung dan mempersiapkan diri ibadah haji.
Menggunakan simbol ajaran agama yang suci serta ayat-ayat ilahi sebagai tameng kebijakan, merupakan tindakan yang menodai kesucian nilai-nilai Islam yang selama berabad-abad telah membimbing umat manusia dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar.
Praktik kartel haji merupakan bukti nyata pengkhianatan terhadap agama, bangsa, negara, dan kemanusiaan secara keseluruhan. Bahkan tidak layak diberi tempat di dunia ini.
Sungguh mencengangkan, tercatat sekitar 5,5 juta data siluman masuk dalam antrean haji. Akibatnya, ada umat muslim yang telah membayar porsi haji tetapi sayang tidak kunjung diberangkatkan.
Selain itu, dugaan sementara mengungkap adanya data fiktif dengan nama ganda di sejumlah kota dan kabupaten. Mengerikan, bukan?
Bahkan, terdapat kasus di mana nama jemaah yang telah diberangkatkan masih tercatat sebagai belum berangkat. Kondisi ini membuka celah bagi terjadinya praktik-praktik manipulatif yang pada akhirnya memperkuat keberlangsungan kegiatan tercela yang dikenal sebagai kartel haji.
Sulit dipercaya, para pejabat Kementerian Agama yang selama ini memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan haji bukanlah orang-orang tanpa latar belakang pendidikan.
Sebaliknya, mereka bahkan bergelar akademik tinggi dan merupakan alumni pondok-pondok pesantren ternama di Indonesia.
Pertanyaannya, apakah perilaku seperti ini muncul karena ketidaktahuan, atau justru karena memilih untuk berpura-pura tidak tahu? Semoga saja semua ini benar-benar ulah segelintir oknum semata.
Harapan besar kini tertuju pada Badan Penyelenggara Haji Indonesia agar ke depan penyelenggaraan haji benar-benar dapat mewujudkan trisukses haji, sebagaimana sering digaungkan dalam berbagai forum terbuka maupun tertutup.
Berdasarkan hasil pengawasan dan audit sementara yang dilakukan BP Haji, sudah seharusnya ada langkah konkret untuk melakukan perbaikan.
Terlebih lagi, adanya surat resmi dari pemerintah Arab Saudi yang memuat protes atas pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Indonesia, menjadi tamparan keras bagi kredibilitas pengelolaan haji nasional.
Sangat memprihatinkan dan memilukan bahwa Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia justru tercoreng oleh perilaku birokrat yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam dalam tindakan dan tanggung jawabnya.
Kartel haji di Indonesia harus segera diberantas hingga tuntas, meskipun tidak mudah menghapus praktik yang telah mengakar tersebut.
Pernyataan Presiden Prabowo mengenai pemberantasan kartel haji yang disampaikan kepada BP Haji RI sangat tepat dan menunjukkan respons yang cepat terhadap situasi yang ada.
Pasca penyelenggaraan haji yang lalu, BP Haji perlu segera bergerak cepat untuk melakukan pembenahan demi menghadapi musim haji berikutnya.
Hal ini juga menjadi bentuk komitmen nyata kepada pemerintah Arab Saudi bahwa Indonesia serius melakukan perubahan, bukan sekadar wacana.
Pelayanan terhadap jemaah haji dari seluruh Indonesia pun harus benar-benar ditingkatkan agar mereka memperoleh layanan prima yang memuaskan.
Praktik kartel haji yang selama ini mencoreng citra bangsa dan umat Islam diharapkan perlahan dapat diberantas hingga benar-benar hilang.
Pelayanan haji yang profesional dan berintegritas menjadi kunci utama dalam mewujudkan trisukses haji.
Dengan demikian, secara bertahap budaya kartel dapat digantikan oleh tradisi penyelenggaraan haji yang profesional, bersih, dan berorientasi pada pelayanan umat.
*Wakil Ketua PWM Jawa Barat